Rabu, 23 Januari 2013

Mengenal Wali Qthb


 Wali Quthb
       Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf adalah seorang imam di lembah Al-Ahqof. Garis keturunannya yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W .

       Silsilah beliau adalah : Habib Abubakar bin Muhammad bin Umar bin Abubakar bin Imam Wadi Al-Ahqaf Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Toha bin Umar Ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawiliyah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al- Muhajir bin ‘Isa bin Muhammad An- Naqib bin Ali-‘Uraidhi bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az- Zahra binti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.

       Habib Abu Bakar terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahnya wafat di kota Gresik, sementara ia masih berumur kanak-kanak. Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohaninya, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya.

       Tahun 1293 H., atas permintaan neneknya yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayahnya), ia merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya, Jawa. Di kala Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, ia di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus gurunya yakni Habib Abdullah bin Umar berikut para kerabat.
Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai ia dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya.

       Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang. Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang. Perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Ia belajar kepada sang paman Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.

       Maka Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf banyak menerima dan memperoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatian kepadanya, adalah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf).
       Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi telah menaruh perhatian kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut.
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya, “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, ia adalah Quthbul Mala Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aidrus, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil ia adalah Habib Al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu.”

       Tatkala memasuki tahun terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah S.A.W. sebanyak lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpinya Rasulullah S.A.W. mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) : “ Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ” ! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rasul Al-Musthofa S.A.W. didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama “. Setelah itu ia (orang yang bermimpi) menceritakan mimpinya kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.

       Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhuttarbiyah, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepadanya, ”Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu Habib Umar bin Segaf.”

       Sekian banyak para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti Habib Muhammad bin Ali Assegaf, Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, Habib Abdurrahman Al-Masyhur, juga puteranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur, dan juga Habib Syekh bin Idrus Al-Idrus dan masih banyak lagi guru-guru yang lainnya.

       Pada tahun 1302 H, ditemani oleh Habib Alwi bin Segaf Assegaf , Habib Abu Bakar Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki. Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu berumur 20 tahun beliau pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad, Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdlar, dan lain sebagainya.

       Kemudian pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum’at ketika sang khatib berdiri diatas mimbar beliau mendapat ilham dari Allah S.W.T. bergeming dalam hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hatinya untuk melakukannya, seketika setelah bergeming ia keluar dari masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat Allah mengizinkan ia untuk keluar dari khalwatnya, gurunya Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat kepadanya untuk mengakhiri masa khalwatnya, Habib Muhammad Al-Habsyi berkata : “Selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari khalwatnya”, lantas ia menggandeng Habib Abu Bakar Assegaf dan mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani Habib Muhammad Al-Habsyi menziarahi Habib Alawi bin Muhammad Hasyim, setelah itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi memproklamirkan kepada para hadirin “ Ini Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf termasuk mutiara berharga dari simpanan keluarga Ba’Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”.
       Setelah itu ia membuka majlis ta’lim dirumahnya, ia menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepadanya dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumahnya sendiri, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin lebih dari 40 kali.

       Pada setiap kali hatam ia selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlisnya sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya.
Adapun maqom (kedudukan) Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengannya. Berikut ini beberapa komentar dari mereka.

       Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar berkata : ”Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya.”
Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad berkata :”Sesungguhnya Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT.”

       Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi pernah berkata di rumah Habib Abu Bakar Assegaf dikala ia membubuhkan tali ukhuwah antaranya dengan Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi berkata kepada para hadirin ketika itu : “Lihatlah kepada saudaraku fillah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Lihatlah ia..! Maka melihat kepadanya termasuk ibadah.”

       Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad berkata :”Sesungguhnya Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Ia adalah penguasa saat ini, ia telah berada pada Maqom As Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu. Ia berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya (sebagai nikmat).”

       Kalam salaf Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf diantaranya…. “Keberkahan majlis bisa diharapkan bila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab, sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah majlis-majlis kebaikan. Ajaklah anak-anak kalian ke sana dan biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majlis-majlis yang baik pula.

       Sekarang ini aku jarang melihat para pelajar yang menghargai ilmu. Banyak ku lihat mereka membawa mushhaf atau kitab-kitab ilmu lainnya dengan cara tidak menghormatinya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu, tapi mencintai nilai semata-mata …… Aku pun teringat pada nasihat Habib Ahmad bin Hasan al-’Aththas: “Ilmu adalah alat. Meskipun ilmu itu baik, ia hanya alat, bukan tujuan. Oleh kerananya, ilmu harus diiringi adab, akhlak dan niat-niat yang shalih. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada ketinggian maqam ruhaniah.”

       Para auliya’ bersepakat, bahwa Maqam Ijtima’ (bertemu) dengan Nabi SAW dalam waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqam yang lain. Hal ini tidak lain adalah buah dari Ittiba’ (keteladanan) beliau yang tinggi terhadap Nabinya SAW. Adapun kesempurnaan Istiqamah merupakan puncak segala karamah. Seorang yang dekat dengan beliau berujar bahwa aku sering kali mendengar beliau mengatakan:
“Aku adalah Ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan Allah melaluiku, maka dengan izin Allah aku akan membantunya, barang siapa yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan segera hadir di sisinya dengan izin Allah”.
       Pada saat menjelang ajalnya, seringkali beliau berkata “Aku berbahagia untuk berjumpa dengan Allah” maka sebelum kemangkatannya ke rahmat Allah, beliau mencegah diri dari makan dan minum selama lima belas hari, namun hal itu tak mengurangi sedikitpun semangat ibadahnya kepada Allah SWT. Setelah ajal kian dekat menghampirinya, diiringi kerinduan berjumpa dengan khaliqnya, Allah pun rindu bertemu dengannya, maka beliau pasrahkan ruhnya yang suci kepada Tuhannya dalam keadaan ridho dan diridhoi
Di saat terakhir hayatnya Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf melakukan puasa selama 15 hari. Beliau wafat pada hari Ahad malam Senin, hari ke tujuh belas di bulan Dzulhijjah 1376 H, dalam usia 91 tahun, dimakamkan di pemakaman Masjid Jami’ Alun-Alun, Greasik, Jawa Timur.
dikutip dari sarkub.com
Kemuliaan Habib Munzir
Ketika Habib Munzir Dikritik Firanda
 
Ada semacam fenomena timbulnya semangat keislaman yang menggelora dari generasi muda masa kini. Majelis-majelis agama marak di sana-sini, diskusi-diskusi keagamaan menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan masuk hingga memenuhi dunia maya. Tentunya ini adalah perkembangan keagamaan yang menggembirakan, di tengah bobroknya iman dan moral generasi muda di tempat lainnya.

Sayangnya, tak jarang semangat dalam memunculkan Islam dalam diri sebagian mereka tak diimbangi dengan pemahaman yang utuh dalam ilmu agama atau setidaknya kedewasaan dalam berinteraksi sesama insan seagama. Akibatnya, karakter yang cepat melekat dari cara beragama mereka adalah mudah sekali melontarkan tuduhan-tuduhan keras pada kelompok lain yang berbeda pemahamannya dengan pemikiran mereka. Dan ini sebenarnya “lagu lama” kaum Wahabi, sebagaimana tersirat dalam buku Ketika Sang Habib Dikritik (KSHD), yang baru terbit sekitar tiga bulan ini.

Memang, tak ada yang salah dalam semangat mengkritik. Tak boleh pula ada pihak yang merasa tak boleh dikritik, siapa pun dia. Ulama, habaib, kiai, atau siapa pun. Mereka semua manusia biasa, yang tidak suci dari dosa. Mereka boleh dikritik oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, termasuk oleh Firanda, sang penulis KSHD.
Buku KSHD merupakan kompilasi dari tulisan berisi sanggahan Firanda selama beberapa waktu terhadap kajian-kajian yang disampaikan Habib Munzir Almusawa, terutama terhadap yang disampaikan Habib Munzir pada bukunya Kenalilah Aqidahmu. Entah kenapa, sejak lama penulis KSHD sangat fokus menyoroti hampir setiap materi yang disampaikan Habib Munzir bin Fuad Almusawa.

Dari awal hingga akhir tulisan, KSHD memang tidak secara terang-terangan menyebut nama Habib Munzir sebagai tokoh “sang habib” yang dikritiknya. Tapi, sebelum menjadi sebuah buku, materi-materi tulisan itu telah lama dipublikasikan pada blog pribadinya dan nama Ha¬bib Munzir tertera di sana. Entah pula karena alasan apa penulisan di buku dan publikasi di internet dibedakan oleh penulisnya. Yang satu nama Habib Munzir tak disebut, yang satunya lagi disebut.

Awalnya, karena melihat judulnya, banyak orang menyangka bahwa isi buku KSHD adalah semacam kritikan terhadap komunitas habaib secara umum atau pribadi Habib Munzir secara khusus. Nyatanya tidaklah demikian. Sebagian besar isinya lebih sebagai kritikan terhadap paham para ulama dan habaib, dus hujatan atas beberapa tokoh ulama dan habaib kecintaan umat.

Isi buku KSHD tak ubahnya buku-buku Wahabi lainnya yang menentang berbagai keyakinan yang dianut mayoritas umat Ahlussunnah wal Jama’ah, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Isu-isu yang diangkat pun tak jauh-jauh dari masalah kuburan, tawasul, istighatsah, dan isu-isu lama lainnya.
Habib Munzir ketika akan dimintai konfirmasi secara langsung kondisi kesehatannya masih belum memungkinkan untuk melakukan wawancara. Namun sejumlah pesan secara tak langsung disampaikan oleh salah satu orang dekatnya, H. Syukran, yang juga sekretaris Majelis Rasulullah SAW asuhan Habib Munzir Almusawa.
“Habibana (Habib Munzir-Red.) tak ingin menanggapi terlalu serius kritikan semacam itu. Beliau tampak biasa-biasa saja. Menurut Beliau, itu hanya karena kalimat-kalimatnya yang dikritik diambil secara tidak utuh, hanya sepotong-potong,”, ujar H. Syukran menjelaskan. “Kalimat-kalimat” yang dimaksud adalah kutipan rangkaian kalimat dari buku karya Habib Munzir, Kenalilah Aqidahmu.

Ditanya tentang jawaban apa yang disampaikan Habib Munzir terhadap buku kritikan terhadap dirinya, H. Syukran menyatakan bahwa, sebagaiman yang dituturkan Habib Munzir, kalau buku karya Habib Munzir kalau dibaca secara utuh maka buku itu sendirilah jawabannya.
Jadi, meski materi kritikan itu ditujukan terhadap materi isi buku Kenalilah Aqidahmu, jawabannya justru ada dalam buku Kenalilah Aqidahmu itu sendiri. “Asal dibaca secara utuh…”, kata H. Syukran.
Apalagi, ternyata kritikan yang disampaikan dalam buku tersebut isinya adalah isu lama belaka, yaitu masalah-masalah khilafiyah: dari mulai masalah tawassul, istighatsah, memuliakan peninggalan kaum sholihin, dan hal-hal klasik lainnya.
Di tengah padatnya jadwal kegiatan Majelis Rasulullah SAW, Habib Munzir Almusawa menderita penyakit yang cukup berat: radang otak, yang baru terdeteksi setahun terakhir ini. Pihak medis menduga, penyakit itu sudah bersarang tiga tahun lebih.

Namun Habib Munzir memang sosok yang tangguh dalam berdakwah. “Kalau penyakitu itu sedang kambuh, tak jarang membuatnya dalam kondisi yang sangat kritis. Tak jarang, meski harus dengan kursi roda, beliau tetap menyempatkan diri untuk hadir di majelis yang diasuhnya di Masjid Almunawar Pancoran, Jakarta Selatan,” ujar H. Syukran lagi.
Sejak kepulangannya belajar dari Hadhramaut, Habib Munzir Almusawa memang sudah bertekad untuk terjun di tengah masyarakat untuk berdakwah secara penuh.

Jalan dakwah memang jalan yang terjal. Berbagai tantangan adalah risiko bagi mereka yang ingin menapaki jalan ini. Namun berkat kesungguhannya untuk terus menapaki jalan yang telah dilewati oleh para pendahulunya itu, jalan ini pun terasa indah.
Bentuk kritikan seperti apapun, sesungguhnya sama sekali tidak menjatuhkan kemuliaan kita di hadapan siapa pun, sekiranya sikap kita dalam menghadapi nya penuh dengan kemuliaan, sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Karen sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nya-lah yang menjadi penentu itu.
Ingatlah, walaupun jin dan manusia bergabung untuk menghina, kalau Allah menghendaki kemuliaan, maka tidak akan ada yang mampu menjatuhkan seseorang ke lembah kehinaan.
Ya Allah berikanlah kesembuhan untuk Habibana!

Ada Peristiwa Apakah Di Pertengahan Bulan Sya’ban?

Nisfu Sya’ban adalah hari peringatan Islam yang jatuh pada pertengahan bulan Sya’ban. Dalam kalangan Islam, Nisfu Sya’ban diperingati menjelang bulan Ramadhan. Pada malam ini biasanya diisi dengan pembacaan Surat Yaasiin tiga kali berjamaah dengan niat semoga diberi umur panjang, diberi rizki yang banyak dan barokah, serta ditetapkan imannya.
Peringatan Nisfu Sya’ban tidak hanya dilakukan di Indonesia saja. Al-Azhar sebagai yayasan pendidikan tertua di Mesir bahkan di seluruh dunia selalu memperingati malam yang sangat mulia ini. Hal ini karena diyakini pada malam tersebut Allah akan memberikan keputusan tentang nasib seseorang selama setahun ke depan. 

Keutamaan malam nisfu Sya’ban diterangkan secara jelas dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.

Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya’ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.
HADIST KEUTAMAAN NISFU SYA’BAN

Tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban ini, dimana kita dianjurkan untuk melakukan ibadah terutama untuk memohon ampun, memohon rezeki dan umur yang bermanfaat, terdapat beberapa hadis yang menurut sebagian ulama sahih. Diantaranya

Hadist pertama
Diriwayatkan dari Siti A’isyah ra berkata, :”“Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: “Hai A’isyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi) .

Hadits Kedua
Diriwayatkan dari Siti Aisyah ra bercerita bahwa pada suatu malam ia kehilangan Rasulullah SAW. Ia lalu mencari dan akhirnya menemukan beliau di Baqi’ sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadis Ketiga
Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah pada malam nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR Ibnu Majah)

Hadis Keempat
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib KW bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika malam nishfu Sya’ban tiba, maka salatlah di malam hari, dan berpuasalah di siang harinya, karena sesungguhnya pada malam itu, setelah matahari terbenam, Allah turun ke langit dunia dan berkata, Adakah yang beristighfar kepada Ku, lalu Aku mengampuninya, Adakah yang memohon rezeki, lalu Aku memberinya rezeki , adakah yang tertimpa bala’, lalu Aku menyelamatkannya, demikian seterusnya hingga terbitnya fajar.” (HR Ibnu Majah).
Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu Sya’ban yang Insya Allah akan jatuh pada Rabu tgl 4 Juli 2012 sore hingga subuh . Marilah kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon ampunan dan berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah. SWT

KESIMPULAN
Dari paparan di atas, kita sebagai umat Islam semestinya tidak melupakan begitu saja, bahwa bulan sya’ban dalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.
Meski menurut para ahli hadist masih berbeda tentang malam nisfu sya’ban ini, namun demikian menurut saya sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, memperbanyak bacaan zikir, memperbanyak baca’an shalawat, membaca al-Qur’an, bersedekah, berdo’a dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. Amiin.
Wallahualam bissawab
(Ditulis oleh : Gus Im/IPH)
dikutip dari sarkub.com